Sabtu, 26 November 2016

Permendes Tentang BUMDes Dinilai Hilangkan Semangat Kolektifitas

Tags

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi diminta untuk mencabut Peraturan Menteri No 4/2015 tentang badan usaha milik desa atau BUMDes karena menghilangkan semangat kolektifitas.


Suroto, Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) mengatakan regulasi tersebut tidak sesuai dengan konsep demokrasi ekonomi dan nafas Undang-undang (UU) Desa yang mengedepankan asas gotong royong. 

“Permendes tersebut baiknya segera dicabut. Selain bertentangan dengan misi konstitusi juga banyak yang tidak bersesuaian dengan semangat UU Desa karena arahkan bisnis BUMDes menjadi kehilangan semangat kolektifitasnya,” ujarnya, Minggu (6/11/2016).

Permendes itu mengatur tentang pendirian, pengurusan, pengelolaan, dan pembubaran BUMDes akan berpotensi mengabsorsi usaha-usaha di desa bukan dorong partisipasi masyarakat lebih luas. Permendes ini mewajibkan badan hukum perseroan sebagai bentuk badan hukumnya. Hal ini, menurutnya, sudah tidak sesuai dengan nafas UU Desa yang arahkan misi BUMDes agar non profit, subsidiaritas dan kedepankan asas gotong royong, demokratis dan partisipatoris.

“Permendes ini juga by design sengaja menjauhkan masyarakat desa agar bangun bisnis secara demokratis karena abaikan UU Perkoperasian,” tambahnya. 

Perseroan, paparnya, merupakan badan hukum yang berorientasi profit dan kekuasaan tertinggi bukan pada masyarakat, melainkan pada investornya. Karena itu, kalau mau nonprofit dan mengupayakan kesejahteraan bersama mustinya BUMDes berbadan hukum koperasi.

Dia mengatakan, kelembagaan koperasi saat ini sudah banyak mengalami kemajuan dengan konsep koperasi multipihak dan dapat representasikan pemerintah sekaligus. Selain itu Peraturan Pemerintah (PP) No 33/1998 tentang penyertaan modal negara untuk koperasi juga sudah ada. Jadi tidak ada alasan untuk tidak dapat dilaksanakan.  

“Badan hukum koperasi bisa digunakan karena asas koperasi selain berorientasi bagi kesejahteraan semua orang, juga jalankan asas subsidiaritas,” tambahnya. 

Asas subsidiaritas itu adalah apa yang sudah dikerjakan masyarakat secara individu tidak perlu dilaksanakan oleh koperasi dan berbagai hal yang tidak bisa dikerjakan individu secara sendiri-sendiri baru dikerjakan BUMDes berbasis koperasi ini.

Menurutnya, masalah keanggotaan koperasi yang dinilai eksklusif juga tidak benar. Keanggotaan koperasi itu terbuka bagi siapapun juga tanpa diskriminasi. Malahan jika menggunakan Badan Hukum Persero maka dengan jumlah anggota (warga) yang sebanyak 300 lebih musti wajib listing di Bursa Efek. Ini jelas tidak pas dengan nafas nonprofit dari usaha BUMDes. 

“Bagi BUMDes yang sudah terlanjur berbadan hukum Persero tinggal di konversi menjadi badan hukum koperasi. Waktu satu tahun cukup untuk lakukan transformasi,” ujarnya.

Kasubdit Kelembagaan BUMDes Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Mulyadin Malik mengakui persoalan status badan usaha BUMDes merupakan hal yang harus diselesaikan oleh pemerintah.

Pada prinsipnya, menurut dia jika sebuah BUMDes berbentuk PT atau CV, maka hal itu bertolak belakang dengan semangat UU Desa yang menyatakan bahwa badan usaha itu dijalankan dengan semangat kolektivitas masyarakat dan merupakan milik warga desa.

Karena itulah, pihaknya menginginkan ada regulasi khusus yang mengatur tentang status BUMDes berbentuk UU atau minimal Peraturan Pemerintah (PP). Untuk mencapai hal itu, pihaknya akan mendahului dengan melakukan revisi terhadap Permendes No 4/2015.

“Dalam revisi ini kami akan menata terlebih dahulu mengenai kelembagaan BUMDes secara lebih terperinci. Jika dipihakketigakan, bagaimana pembagian devidennya dan lain sebagainya,” ujar pria asal Maluku ini.

Dia mengungkapkan, bukan tidak mungkin ke depan BUMDes akan ditata lebih baik, bahkan ada badan khusus dari pemerintah yang mengatur keberadaan BUMDes seperti yang terjadi di luar negeri. 

Langkah pertama yang diambil adalah mendorong dan menata keberadaan BUMDes sehingga bisa memberikan kontribusi positif sesuai dengan nawacita, membangun dari pinggiran.[Sumber: Bisnis.com]