Gempita pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) di seluruh desa di Indonesia menciptakan banyak peluang bagi desa-desa. Dukungan dana dari pemerintah membuat desa lebih leluasa membangun lembaga usaha. Hanya saja, tak mudah bagi setiap desa menemukan potensinya sendiri. Apalagi bagi desa-desa yang berada di daerah pelosok dan daerah terpencil Indonesia.
Karena bingung menentukan potensi yang bisa dikembangkannya, beberapa desa secara tidak sengaja melakukan beberapa langkah yang tidak strategis dan hanya menghamburkan anggaran saja tanpa ada hasil yang jelas. Apa saja langkah itu, berikut ini beberapa hal yang harus dihindari desa dalam proses membangun BUMDesa-nya:
1. Ikut-ikutan ide desa lain
Karena bingung memetakan potensi desanya banyak desa lalu asal meniru desa lain yang telah lebih dahulu mendirikan unit usaha. Meniru boleh-boleh saja jika desa Anda memiliki sumber daya yang sama dengan desa yang Anda tiru, tetapi jika asal meniru, itu malah bisa menjadi bencana karena unit usaha itu tidak akan jalan dan menghamburkan uang saja. Misalnya, karena ada desa lain yang berhasil mengelola sampah dengan baik dan menjadi terkenal, lalu sebuah desa dengan serta-merta mendirikan jenis kegiatan yang sama. Padahal situasi desa itu sebenarnya jauh berbeda dengan desa yang berhasil mengelola sampah misalnya desa dengan jumlah penduduk yang kecil sehingga urusan sampah sudah bisa ditangani dengan baik oleh warganya.
2. Belajar ke desa yang tidak relevan
Ada banyak desa yang telah berhasil mengelola aneka macam usaha dalam BUMDes-nya. Misalnya Desa Ponggok, Klaten yang namanya menjadi masyhur setelah berhasil mengelola kolam renang alami nan menyegarkan. Yang dimiliki Ponggok adalah anugerah alam berupa mata air alami melimpah sehingga gampang dijadikan kolam renang sehingga membuat Ponggok menjadi desa wisata yang hebat.
Jika desa Anda memiliki anugerah alam yang hebat atau memiliki banyak pesona alam maupun budaya untuk dijadikan desa wisata mungkin masih relevan belajar ke Ponggok misalnya. Tetapi jika desa Anda tidak memiliki beberapa modal menjadi desa wisata dan lebih potensial untuk dikembangkan ke arah industri misalnya, jangan memaksakan diri karena membangun desa wisata butuh proses yang panjang, berbiaya besar dan kalau dipaksakan, bisa menciptakan konflik.
3. Mematikan usaha yang selama ini menghidupi warga
Sebenarnya atura untuk tidak mematikan usaha yang sudah dijalankan warga ini sudah jelas, tetapi tak mudah pula menemukan peluang usaha dengan situasi desa. Bagi desa yang dekat dengan kota, ada banyak peluang yang bisa digarap. Tetapi bagi desa-desa terpencil tak mudah menciptakannya. Lalu apa solusinya, buatlah sebuah rencana yang justru mendorong apa yang sudah dilakukan warga dan bukan mematikannya. Contoh yang baik ditunjukkan Desa Gumelar, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas. Karena banyak warganya mengolah tepung tapioka setengah jadi, BUMDes Gumelar mendirikan pabrikan untuk menampung tepung buatan warga yang masih kasar itu sekalian memasarkannya ke pabrikan-pabrikan besar. Sehingga warga tidak perlu pusing lagi mencari pembeli.
Praktik baik juga dilakukan banyak BUMDes di Kalimantan Timur yang mayoritas warganya petani sawit. BUMDes memerankan diri sebagai pembeli sawit, menyediakan bibit sekaligus memberi pinjaman modal agar petani bisa mengeloal kebun sawitnya. Langkah ini membuat harga sawit warga menjadi stabil dan warga desa tak perlu lagi kesulitan membiayai kebun sawitnya.
4. Melakukan kegiatan yang hanya menghabiskan dana
Bukan rahasia lagi ada banyak daerah yang berbondong-bondong mengunjungi daerah lain secara berombongan dengan biaya besar dengan judul kegiatan studi banding. Studi banding memang penting dan layak untuk dilakukan karena bisa memberi banyak pengetahuan baru bagi desa-desa. Tetapi tak sedikit pula rombongan desa yang ternyata lebih mengutamakan pikniknya dibanding menyerap ilmu. Alhasil kegiatan itu menghabiskan dana desa yang cukup besar. Nah, harus dikaji apalah kegiatan itu memang bisa memberikan input yang jelas atau jangan-jangan hanya untuk bersenang-senang saja. Intinya, jangan sampai dana desa dimanfaatkan hanya untk kegiatan bersenang-senang dan tanpa target yang jelas.
Beberapa hal di atas menjadi catatan penting bagi setiap desa agar tak menyia-nyiakan dana desa yang sekarang ini dikucurkan langsung pemerintah ke rekening desa. Jangan sampai angka rupiah di rekening membuat perangkat desa tergoda memakai dana untuk hal-hal yang bukan peruntukannya.
Sumber: berdesa.com